WHO Puji Terobosan Transformasi Kesehatan Menkes Budi Gunadi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memuji terobosan transformasi kesehatan yang digagas Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin. Hal itu disampaikan dalam side event bertema Tackling Antimicrobial Resistance, yang merupakan rangkaian Presidensi G20 Indonesia, ‘3rd Health Working Group’ di Bali.
Baca Juga: G20 Bali: Bahas Penanggulangan hingga Pencegahan Pandemi Global
WHO Assistant Director-General Hanan Balkhy mengatakan, transformasi kesehatan menjadi modal utama demi memperkuat pelayanan kesehatan, baik dari sisi promotif, preventif dan pengobatan. Utamanya, transformasi kesehatan yang dibesut Menkes Budi, salah satunya pelayanan kesehatan primer.
“Saya senang melihat bahwa agenda transformasi kesehatan Mr. Budi (Budi Gunadi Sadikin) sangat baik, sesuai dengan elemen intervensi,” ucap Hannan di Hilton Resort, Nusa Dua Bali pada Rabu, 24 Agustus 2022.
“Ini penting untuk memperkuat layanan kesehatan, laboratorium, perawatan kesehatan primer, inovasi pengobatan presisi, dan pendekatan kesehatan di seluruh siklus hidup manusia (dari bayi sampai lansia).”
Berkaitan dengan transformasi kesehatan, Hanan menekankan, perlunya akses kesehatan dan Rencana Aksi Nasional (RAN) tiap negara dalam upaya pencegahan, deteksi, dan surveilans terhadap penanganan resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR).
“Rencana Aksi Nasional AMR memberikan dukungan spesifik, yang mencakup panduan komprehensif pada pendekatan di semua tingkat sistem kesehatan. Yang paling pertama adalah pencegahan, kemudian koordinasi akses untuk diagnosis dini,” paparnya.
“Ini menyasar tak hanya di level komunitas regional, tapi juga dalam komunitas universal. Akses pengobatan yang tepat, obat-obatan yang terjangkau, dan rantai pasokan yang tidak terputus. Yang tak kalah penting juga surveilans, penelitian dan analisis data yang komprehensif.”
Butuh Inovasi Tangani Resistensi Antimikroba
Pengembangan pengobatan antibakteri baru tidak memadai untuk mengatasi meningkatnya ancaman resistensi antibiotik, menurut laporan tahunan WHO. Laporan tahun 2021 menggambarkan antibakteri stagnan dan jauh dari pemenuhan kebutuhan global.
Sejak tahun 2017 hanya 12 antibiotik yang telah disetujui, 10 di antaranya termasuk dalam kelas yang ada dengan mekanisme resistensi antimikroba (AMR) yang memenuhi syarat.
“Ada kesenjangan besar dalam penemuan pengobatan antibakteri, dan terlebih lagi dalam penemuan pengobatan inovatif,” jelas Hanan Balkhy dalam pernyataan WHO berjudul, Lack of innovation set to undermine antibiotic performance and health gains pada 22 Juni 2022.
“Ini menghadirkan tantangan serius untuk mengatasi meningkatnya pandemi resistensi antimikroba dan membuat kita semua semakin rentan terhadap infeksi bakteri termasuk infeksi yang paling sederhana.”
Kurangnya inovasi penanganan resistensi antimikroba berakibat melemahkan efektivitas antibiotik baru yang jumlahnya terbatas. Resistensi rata-rata dilaporkan ke sebagian besar agen selang 2 sampai 3 tahun kemudian setelah obat antibiotik beredar di pasaran.
WHO Director of AMR Global Coordination Haileyesus Getahun berkata, “Waktu hampir habis untuk mengatasi resistensi antimikroba, kecepatan dan keberhasilan inovasi jauh di bawah apa yang kita butuhkan. Sekitar 30 persen bayi baru lahir dengan sepsis (kondisi berbahaya akibat respons tubuh terhadap infeksi yang dapat mengancam nyawa) meninggal karena infeksi bakteri yang resisten terhadap antibiotik.”
6 Pilar Transformasi Kesehatan
Perihal transformasi kesehatan, Menkes Budi Gunadi Sadikin memaparkan, ada 6 pilar yang menjadi fokus Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
“Kami lakukan 6 pilar transformasi kesehatan. Yang paling dekat di hati saya, layanan primer karena ini masih ada ini menjaga kita agar tetap hidup sehat. Kami akan merevitalisasi 300.000 Posyandu, Puskesmas juga kan diperbaiki standar pelayanannya,” jelasnya dalam pernyataan resmi pada 31 Mei 2021
“Kemudian laboratorium kesehatan masyarakat ditingkatkan. Belajar dari pandemi, kita akan secara terstruktur di seluruh daerah daerah jika nanti kalau ada next pandemic (pandemi selanjutnya), kita jauh lebih kuat dan masyarakat kita akan hidup sehat.”
Pada pilar transformasi kesehatan kedua adalah transformasi rujukan. Rujukan ini adalah perbaikan seluruh rumah sakit yang ada di Tanah Air agar bisa melayani 4 penyakit penyebab kematian terbesar, yakni jantung stroke, kanker, dan ginjal
Pilar transformasi ketiga adalah sistem ketahanan kesehatan.
“Kita mau pastikan bahwa industri kesehatan siap kalau ada pandemi lagi, dari hulu ke hilir dan juga kita pengen pastikan ada tenaga cadangan kesehatan,” terang Budi Gunadi.
“Nanti kita akan taruh itu di fakultas kedokteran, kita akan taruh di itu di Politeknik Kesehatan, dan kita akan taruh di Pramuka atau organisasi-organisasi sosial lainnya, supaya tidak berat bagi pemerintah untuk membangun tenaga cadangan kesehatan.”
Pembiayaan dan Teknologi Kesehatan
Transformasi kesehatan keempat adalah pembiayaan kesehatan. Menurut Budi Gunadi, hal itu mahal sekali dan akan naik terus.
“Kita harus pastikan bahwa transparansi dari keuangan kesehatan itu ada. Nanti akan kewajiban yang namanya National Health Account, kemudian kita juga mereview teknologi kesehatannya BPJS Kesehatan,” lanjutnya.
“Kita akan pastikan bahwa teknologi kesehatannya juga kita kaji sehingga kalau ada teknologi kesehatan baru lebih murah, kita bisa pakai.”
Transformasi kelima adalah transformasi dari sumber daya manusia kesehatan.
“WHO bilang dokter kita harus punya 1 per 1.000 penduduk. Jadi harus 270.000, dokter praktik sekarang 120.000. Kita kekurangan 150.000 dokter dan 92 fakultas kedokteran hanya bisa produksi 12.000 dokter setahun,” imbuh Menkes Budi Gunadi.
“Butuh 15 tahun untuk jumlah dokter agar bisa memenuhi standar minimal WHO. Negara maju bisa 3 atau 4 per 1.000.”
Terakhir, pilar keenam pada transformasi di bidang teknologi kesehatan. Kemenkes akan standarkan electronic medical record dan pemanfaatan ke bioteknologi kesehatan.
Sumber: WHO Puji Terobosan Transformasi Kesehatan Menkes Budi Gunadi (Liputan6.com)