Catatan WHO Soal Covid-19 di Indonesia: Kapasitas Tes Masih Rendah
Penulis Ahmad Naufal Dzulfaroh | Editor Rizal Setyo Nugroho
KOMPAS.com – Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) telah menerbitkan laporan situasi virus corona di Indonesia pada Rabu (8/7/2020). Laporan tersebut dikeluarkan oleh WHO secara berkala dengan memberi sejumlah catatan untuk kasus Covid-19 di Indonesia tiap minggunya.
Baca juga: Peneliti Oxford Khawatirkan Kasus Covid-19 di Sejumlah Negara, Termasuk Indonesia
Dalam laporan itu, WHO menyoroti tes swab atau PCR di Indonesia yang berfokus pada tindak lanjut pasien positif Covid-19 yang akan dipulangkan. Sementara WHO mengingatkan agar tes PCR seharusnya diprioritaskan pada diagnosis kasus pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP).
Sebab, WHO telah memperbarui panduan manajemen klinis untuk pasien Covid-19 yang menyebutkan bahwa pasien Covid-19 bisa dipulangkan dari isolasi rumah sakit tanpa memerlukan dua tes PCR dengan hasil negatif berturut-turut. Meski demikian, WHO menyebut pasien tersebut rendah kemungkinannya untuk menularkan virus ke orang lain.
Kriteria pemulangannya adalah: Pasien dengan gejala: 10 hari setelah menunjukkan gejala, ditambah minimal 3 hari tanpa gejala (termasuk demam dan gejala pernapasan) Pasien tanpa gejala: 10 hari setelah dites positif untuk Covid-19 “Jika diadopsi pada konteks negara, maka penentuan prioritas tes PCR ini berarti pada peningkatan diagnosis dugaan kasus Covid-19,” tulis WHO dalam laporannya.
Hal itu terlihat dari jumlah spesimen Covid-19 yang diperiksa mencapai 968.237 spesimen, jauh lebih tinggi daripada jumlah orang yang dites, yaitu 575.536 hingga 8 Juli 2020. Dalam laporannya, WHO juga memberi catatan mengenai lamanya pengujian yang bisa mencapai lebih dari satu minggu. Padahal, standar lama tes hingga hasilnya keluar yang ditetapkan WHO adalah 24 hingga 48 jam.
Hanya Jakarta yang sesuai standar
Organisasi yang bermarkas di Jeneva itu juga menyoroti rendahnya kapasitas tes di Indonesia yang berada pada 0,4: 1.000 populasi per satu minggu. Dalam keterangannya, WHO menyebut sampel positif hanya dapat ditafsirkan dengan pengawasan yang komprehensif dan pengujian secara massif dengan tolok ukur minimal 1 : 1.000 populasi per satu minggu. “Satu-satunya wilayah di Jawa yang telah mencapai tolok ukur deteksi kasus minimum adalah Jakarta,” tulis WHO.
WHO juga menyoroti tiga provinsi di Pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang tidak menunjukkan penurunan setidaknya 50 persen kasus selama tiga minggu sejak laporan tertinggi. Epidemilog Dicky Budiman mengatakan, melihat tren peningkatan kasus infeksi Covid-19 di Indonesia, saat ini tidak ada pilihan selain melakukan intervensi lebih pada tes PCR.
Dia menyarankan agar tes ditingkatkan dua kali lipat per hari atau sekitar 40.000 tes per hari dan tracing mendekatai 90 persen dari total kontak serta 100 persen isolasi. “Khusus untuk kapasitas tes, lebih meratakan distribusi lab yang mampu tes dan utilitasnya,” kata dia. Dicky menyebutkan, rendahnya kapasitas tes virus corona dapat berimplikasi pada angka kematian yang terus bertambah akibat terlambatnya diagnosis.
Pasien yang terlambat didiagnosis dan diketahui kondisinya dapat berujung pada sakit parah. “Hal lain yang akhirnya juga akan terjadi adalah semakin meningkatnya angka kematian akibat telat terdiagnosis dan kemudian jatuh sakit parah atau kondisi nanti di mana kapasitas layanan tidak akan mampu menampung banyaknya orang sakit,” jelas dia.
Update terbaru seperti dikutip dari Kompas.com (13/7/2020), berdasarkan data pemerintah hingga Senin pukul 12.00 WIB, diketahui ada 1.282 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Sehingga secara akumulasi ada 76.981 kasus Covid-19 di Indonesia, terhitung sejak kasus pertama yang diumumkan pada 2 Maret 2020. “Kami dapatkan kasus terkonfirmasi positif sebanyak 1.282 orang, sehingga totalnya menjadi 76.981 orang,” ujar Yurianto.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.